1. Latar
Belakang
Gerakan 30 September atau yang
sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh),
Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal
30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu
usahapemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota
Partai Komunis Indonesia.PKI merupakan par Stalinis yang
terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya
A. Dengan
dimulainya demokrasi terpimpin di Indonesia kegiatan politik didominasi oleh
PKI.Perkembangan polotik pada saat itu di dasarkan pada pelaksanaan NASAKOM(
nasionalis,agama,dan komunis).Hal itu menyebabkan PKI mendapatkan kesempatan
untuk memperluas pengaruhnya diGerakan 30 September PKI (G30s PKI)
semua lapisan masyarakat termasuk di pemerintahan
dan ABRI.
Perluasan
PKI semakin intens dalam masyarakat yang didorong oleh hal-hal sebagai berikut
:
a. Keputusan
pemerintah membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI ) yang
merupakan kekuatan polotik pesaing PKI pada bulan agustus 1960 makin memperkuat
kedudukan PKI secara politik di Indonesia
b. Kondisi
ekonomi yang semakin menurun di manfaatkan oleh PKI untuk membangun simpati
terutama di kalangan masyarakat bawah karena mereka paling mengalami tekanan
ekonomi akibat-akibat harga barang yang terlampau mahal.,
c. Keberhasilan
PKI memobiliosasi para buruh,petani,nelayan,pedagang kecil,dan pegawai rendahan
dengan menjanjikan untuk mendapatkan kenaikan pendapatan.
d. Pada
akhir tahun 1963 PKI melakukan gerakan aksi sepihak terutama di Jawa,Bali dan Sumatra
Utara dengan mengambil tanah milik petani kaya serta perkebunann milik
pemerintah untuk di bagikan kepada para petani pendukung PKI yang dilakukan dengan tindakan kekrasan.
Dampak
dari sepak terjang PKI tersebut adalah di tengah masyarakat muncul kelompok
yang anti PKI.Sehimgga terjadi pertikaian berkepanjanagan.Gerakan anti PKI
muncul di semua lapisan masyarakat terutama dari kelompok intelektual dan para
seniman. Misailnya,Organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai salah
satu kelompok seniman dan budayawan pendukung PKI mendapat reaksi dari kelompok
anti Lekra( PKI ).
Upaya
PKI untuk memperluas pengaruhnya:
a. Melakukan
aksi demonstrasi dan membuat selebaran-selabaran yang bersifat menghasut,dan
memfitnah.
b. Melakukan
aksi kekrasan seperti penganiyayan terhadap para kader Pelajar Islam
Indonesia (PII) yang terjadi di Kediri.
c. Berusaha
mewujudkan ide pembentukan Angkatan ke-5 di luas struktur ABRI dan kepolisian
yang nantinya akan di isi oleh para kader PKI.
d. Mendukung
sifat pemerintah RI yang keluar dari keanggotaan PBB dengan alasan semua
keputusan PBB terlalu di dominasi oleh blok kapitalis iperialis yang merupakan
musuk kominis di manapin di seluruh dunaia.
Persiapan
Pemberontakann PKI
PKI
menuntut di bentuknya angkatan ke -5 yang terdiri dari buruh dan tani yang di
persenjatai.melakukan aksi sepihak,sabotase (terhadap transportasi kereta api yang di lakukan oleh Serikat Buruh Kereta
Api pada januari-oktober 1964 ) dan aksi terror( yang terjadi di Kediri yang di
kenal dengan peristiwa Kanigoro pada tanggal 13 januari 1965 yaitu PKI
melakukan penyerbuan,penganiyayaan terhadap para Kiayi dan imam masjid serta
merusak masjid.
hal
tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan situasi revolusioner sebagai persiapan untuk melakukan
kudeta.melakukan aksi fitnah,PKI mendapatkan angin segar untuk menanmkan
pengaruh mereka sejak munculnya ide NASAKOM (nasionalis,agama, dan komunis ) yang
di canangkan oleh presiden Soekarno.Konsekuensi dari gagasan NASAKOM
tersebut,pada tahun 1962, D.I Aidit duduk menjadi anggota kabinet sebagai
mentri Negara.Orang-PKI lainnya ada yang duduk di berbagai lembaga Negara
secara resmi.
Perebutak
Kekuasaan Oleh PKI
Dengan
persiapan yang matang,PKI melakukan aksi subversib terhadap pemerintahan RI
yang sah.oleh karena itu,pada jam 22.00. wib, tanggal 30 september 1965, PKI
mengadakan pemberontakan.Pada waktu itu ,Lettu Dul Arief memrintahkan anggota
cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) di asrama Tanah Abang segera berangkat
ke lubang buaya, ketempat yang telah di tetapkan menjadi pusat aksi.di sana
telah berkumpul anggota Batalion 454 / para devisi Diponegoro, Batalion 530/
para devisi Brawijaya , PGT AURI ,Brigif 1 Kodam Jaya, serta
Sukwan-Sukwati,Pemuda Rakyat dan Jerwani.Gerakan ini mereka namakan Gerakan 30
September.
Berdasarkan
rencana,kekuatan fisik G30- SPKI pada wakti itu di bagi atas kelompok tugas
1. Komando
penculikan dan penyergapan di pimpin oleh Lettu Dul Arief (mereka memuliki nama samara )
2. Komando
penguasaan kota di pimpin oleh Kapten Suradi
3. Komando
Basis di pimpin oleh Mayor (Udara ) Gatot supresno
Komando
penculikan memulai aksinaya pada waktu menjelang subuh dan berhasil membawa
korbannya ke lubang buaya dalam keadaan sengsara,mati, atau terluka parah,
kecuali Jendral Nasution yang dapat meloloskan diri namun, ajudannya Lettu
Rjere Tendean menjadi korban keganasan PKI.Sementara komando penguasa kota
mengadakan steling di pusat kota Jakarta(
lapangan monas) dan berhasil menguasai
gedung RRI .
Dari
RRI inilah pada tanggal 1 oktober 1965
disiarkan pengumuman dari komandan G 30 SPKI ,Letkol Untung yang menyatakan
bahwa sejumlah endral dari TNI-AD telah
berkomplot dengan suatu organisasi yang bernama Dewan Jendralyang bertujuan
merebut kekuasaan Negara.Dan diumumkan juga
tentang telah dkuasainya alat komunikasi dan bangunan penting lainnya
dan presiden Sokarno berada dalam keadaan selamat atas perlindungan Gerakan 30
September.
Pada
tanggal 2 oktober 1965 siang hari,kekuatan inti G30 SPKI megalami kemacetan
dalam aksi lanjutannya, komunikasi antar
pemimpin gerakan tidak lancar dan pada akhirnya, sore hari jam 19.00 WIB
,RRI berhasil direbut kembali oleh RPKAD
sehingga pada jam 20.00 WIB tanggal 1 oktober 1965 dapat digunakan untuk
menjelaskan kepada seluruh rakyat Indonesia tentang telah terjadinya tindakan
penghianatan oleh G30 SPKI dan penculikan bebrapa perwira tinggi TNI-AD.
2. Beberapa Pandangan tentang G 30
S/PKI
Setelah era reformasi 1998, masyarakat Indonesia mengenal beberapa versi tentang dalang percobaan kudeta pada 1965.Pada masa Orde Baru, di sekolah hanya dikenal dan diajarkan versi tunggal bahwa PKI dalang peristiwa tersebut.Ini merupakan versi yang paling tua karena pembantu Soeharto seperti Yoga Sugama sejak 1 Oktober sudah menduga PKI di balik kudeta tersebut.Keyakinan itu sudah ada lebih dahulu walaupun upaya pembuktian baru dilakukan belakangan melalui Mahkamah Militer Luar Biasa.
Versi berikutnya disampaikan Ben
Anderson dan Ruth McVey bahwa intrik tersebut merupakan persoalan intern
Angkatan Darat. Formula ini dikenal sebagai Cornel Paper.Ben Anderson kemudian
melangkah lebih jauh. Dalam tulisannya kemudian, dia menguraikan keterlibatan
Kodam Diponegoro atau ini merupakan masalah intern Komando Daerah Militer Jawa
Tengah. Dikatakan, perwira dari daerah itu yang paling banyak terlibat dalam
Gerakan 30 September (Untung, Latief) juga sebaliknya yang melakukan penumpasan
selanjutnya (Yoga Sugama, Ali Murtopo). Dalam wawancara sangat panjang dengan
Sersan Mayor Bungkus (salah satu pelaku penculikan jenderal pahlawan revolusi)
yang dimuat pada jurnal Indonesia terbitan Universitas Cornell, Anderson
menjelaskan tentang jaringan orang-orang asal Madura yang bergerak di lapangan.
Versi ketiga, keterlibatan CIA
semakin kuat dengan dibukanya arsip-arsip Departemen Luar Negeri AS setiap
tahun.Disebutkan bahwa pihak AS menyumbang Rp 50 juta kepada KAP (Komite Aksi
Pengganyangan) Gestapu.Terdapat keterangan rinci tentang bantuan alat-alat
telekomunikasi, tetapi 13 baris kalimat dihapus (not declassified).Apakah
itu semacam walky-talky, kenapa harganya sampai 3 juta dolar AS? Daftar
nama pengurus PKI di seluruh Indonesia yang diberikan AS kepada AD. Telegram
Kedubes AS di Jakarta kepada Department of State, 4 November 1965
berbunyi AS yang ketika itu menghadapi Perang Vietnam tidak ingin Indonesia
jatuh ke tangan komunis. Menurut David T. Johnson (1976), terdapat enam
skenario yang dapat dijalankan Amerika Serikat menghadapi situasi yang memanas
di Indonesia:
1. Membiarkan saja,
2. Membujuk Soekarno mengubah kebijakan,
3. Menyingkirkan Soekarno,
4. Mendorong Angkatan Darat mengambil
alih kekuasaan,
5. Merusak kekuatan PKI,
6. Merekayasa kehancuran PKI dan
sekaligus kejatuhan Soekarno.
Ternyata skenario terakhir yang
dianggap paling menguntungkan dan tepat untuk dilaksanakan.
Keterlibatan Presiden Soekarno
merupakan tesis dari Antonie Dake dan John Hughes. Dake mengulang lagu lama
dengan menerbitkan Sukarno File tahun 2005 dalam bahasa Indonesia dan
dengan didukung sebuah penerbit Indonesia. Ini dapat dianggap sebagai versi
keempat.
Versi berikutnya tentang keterlibatan
Soeharto dapat dilihat pada analisis tentang "kudeta merangkak" yang
disampaikan oleh Wertheim dan Saskia Wieringa. Analisis yang bersifat post
factum menyebutkan bahwa kudeta terdiri atas dua, tiga, empat periode, dan
seterusnya.
Subandrio melihat kudeta merangkak
itu terdiri atas empat tahap.Tahap pertama, penyingkiran para jenderal pesaing
Soeharto pada 1 Oktober 1965. Tahap kedua, memperoleh Supersemar yang kemudian
dijadikan dasar pembubaran PKI yang merupakan partai--dengan klaim 3 juta
anggota--yang mendukung Bung Karno pada 12 Maret 1966. Tahap ketiga,
penangkapan 15 orang menteri yang loyal terhadap Bung Karno pada 18 Maret 1966.
Tahap keempat, mengambil alih kekuasaan dari Soekarno (tahun 1967 sebagai
pejabat presiden dan tahun 1968 sebagai presiden)
Sejalan dengan teori "kudeta
merangkak Soeharto" itu, uraian Prof Dr Suwoto Mulyosudarmo (alm) dapat
dikategorikan sebagai "kudeta merangkak MPRS".Jadi, perebutan
kekuasaan dari Soekarno dilakukan melalui serangkaian TAP MPRS yang justru
tidak konstitusional.Misalnya, jabatan "Pejabat Presiden" yang
diberikan kepada Soeharto pada 1967 yang sebetulnya tidak ada dalam UUD 1945.
Suwoto menulis buku Peralihan Kekuasaan: Kajian Teoritis dan Yuridis
terhadap Pidato Nawaksara (Gramedia Pustaka Utama, 1997) yang berasal dari
disertasinya pada Universitas Airlangga Surabaya, 1990
Pelengkap Nawaksara
Tanggal 22 Juni 1966, Presiden
Soekarno menyampaikan pidato Nawaksara di depan MPRS. Dia menguraikan tentang
sembilan pokok persoalan yang dihadapi negara.Namun, Soekarno masih disuruh
oleh MPRS untuk melengkapi pidato tersebut. Dalam Pelengkap Nawaksara yang
disampaikan 10 Januari 1967, dia menguraikan bahwa peristiwa itu merupakan
pertemuan dari tiga sebab, yakni keblingernya pimpinan PKI, kelihaian
subversi Nekolim, dan adanya oknum-oknum yang tidak benar.
Buku yang terbaru dari John Roosa The
Pretext of Mass Murder menjelaskan keblingeran tersebut, yakni ikut
merencanakan penculikan terhadap tokoh yang dianggap mereka sebagai Dewan
Jenderal. Keblingeran kedua adalah masih terus mengeluarkan statemen kedua dan
ketiga tanggal 1 Oktober 1965, padahal Presiden Soekarno sudah memerintahkan
menghentikan gerakan tersebut melalui Brigjen Soepardjo.
Yang dimaksud dengan Nekolim oleh
Soekarno tentulah pihak AS.Dalam konteks ini, jelas termasuk pula Inggris (dan
Australia).Namun, peran Uni Soviet (dan Pakta Warsawa) serta RRC dan Jepang tak
boleh diabaikan pula.Negara-negara asing itu memiliki kepentingan sangat besar
terhadap siapa yang berkuasa di Indonesia.
Mengenai "oknum yang tidak
benar" konon merupakan rumusan yang dihaluskan karena dalam pembicaraan
dengan beberapa tokoh ketika menyusun pidato, Soekarno menggunakan istilah
"Jenderal yang tidak benar".Apakah yang dimaksudkan adalah Soeharto?
Dibandingkan dengan versi-versi
lain, analisis Bung Karno lebih lengkap, menyangkut faktor luar negeri dan
dalam negeri. Peristiwa Gerakan 30 September yang begitu kompleks tentu tidak
mungkin digerakkan oleh satu orang atau satu pihak saja.Rumusan Soekarno itu
juga mencakup sekaligus beberapa versi, bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh
versi itu telah termasuk dalam pelengkap pidato Nawaksara.
Sebagai seorang presiden yang tentu
menerima informasi dari banyak pihak dan juga berada di pusat kekuasaan, wajar
kalau Soekarno dapat memberikan teori tentang Gerakan 30 September yang lebih
canggih daripada teori lain.
3.
Tindakan
yang Diambil Pemerintah
Setelah
mengetahui basis G30 S/PKI ,keesokan harinya tanggal 2 oktober 1965 Pangliama
Kostrad mengirim pasukan RPKAD dan Yon 382/ Para Kujang Divasi Siliwangi dengan di perkuat oleh satu kompi tank dan satu kompi panser ke tempat
tersebut.ternyata, sebagian pasukan
penjaga lapangan telah meninggalkan Pangkalan Udara Halim
Perdanakusuma,sebagian lagi kabur ke luar kota.Upaya untuk mencari para perwira
TNI-AD yang di culik PKI lebih
intensif.atas petunjuk seorang anggota kepolisian yang menjadi tawanan G30 SPKI
yang berhasil melarikan diri,di dapat keterangan bahwa para perwira tinggi
TNI-AD dibawa ke lubang buaya.Setelah didelidiki,pada tanggal oktober 1965 para perwira tinggi tersebut
ternyata di masukkan ke dalam sebuah sumur
yang berdiameter ¾ m dengan
kedalaman 12 m. yang terletak di Pondok
Gede,Kecamata Pasar Rebo,Jakarta.
Mulai
jam 17.00 WIB (3 oktober 1965 )dilakukan penggalian oleh RPKAD karena ada halangan penggalian di lakukan
keesokan harinya oleh Intai Ampibi KKO
AL..Setelah jenazah para perwira dapat diangkat dari sumur tua itu,terlihatlah
siksaan yang mereka alami sebelum mereka meninggal sebagai saksi bisu bagi
bangsa Indonesia.Jenazah para perwira kemudian dimakamkan di makam pahlawan Kalibata.Para korban keganasan
G30 SPKI kemudian diangkat menjadi pahlawan Revolusi dan di beri pangkat
tertinggi.
B. Gerekan Maluku Selatan (RMS)
1. Latar Belakang
RMS merupakan suatu gerakan
separatis dengan tujuan memisahkan diri dari NKRI. Pasca diproklamasikannya
kemerdekaan RMS, para aktivis RMS pun melarikan diri ke negara kincir angin
Belanda akibat operasi penumpasan yang dilakukan oleh Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS).Pasca ditumpas oleh pasukan APRIS dan
mengasingkan diri di Belanda, RMS pun seakan tenggelam.Gerakan separatis itu
dihidupkan kembali setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, terutama
oleh tokoh-tokoh warga keturunan Malukudi Belanda. Eksisnya RMS di Belanda
memberi angin segar bagi bangkitnya lagi harapan pada sebagian kecil rakyat
Maluku.
Tanggal 24 April 1950,
mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Dr
C.R.S. Soumokil bersama rekan-rekannya memproklamasikan berdirinya
Republik Maluku
Selatan, terpisah dari Republik Indonesia dan menetapkan Kota
Ambon sebagai pusat
pemerintah mereka. Proklamasi RMS tersebut didukung oleh sisa-sisa
pasukan KNIL
(Koninklijke Nederlands Indische Leger), terutama bekas
pasukan khusus KST (Korps
Speciale Troepen) yang
secara tegas menyatakan menolak untuk bergabung dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) sekaligus menolak
perintah untuk melalukan
demobilisasi
Adapun faktor-faktor
Kemunculannya RMS diantaranya pada masa penjajahan
pemerintahan Belanda, masyarakat Maluku telah banyak diberikan
fasilitas pendidikan dan
menarik masyarakat Ambon yang beragama Kristen untuk menjadi
bagian dalam
pemerintahannya, terutama ke dalam birokrasi dan tentara. Jika
dibandingkan dengan
pemerintah Indonesia yang pada saat itu hanya memusatkan perhatian
pada daerah-daerah
tertentu saja (sentralistik). Sehingga membuat masayarakat Ambon
Maluku lebih makmur
dibawah kepemimpinan Belanda dan berkaitan dengan orang-orang pro
Belanda yang merasa
terancam kedudukan jika Indonesia benar-benar merdeka
Ketika pada 1945, Belanda
kembali menguasai Ambon, langsung dibangun dengan
pembangunan rumah-rumah, pertokoan dan gedung-gedung perkantoran
hingga Ambon ini
mulai berbentuk sebagai kota. kenari di tebang untuk digunakan
sebagai kayu bakar. Hasilnya menjelang penyerahankedaulatan kehidupan Ambon
sudah menjadi lebih baik, dan kota Ambon mulai menjadi indah dan kehidupan
menjadi tenang, lantaran kegiatan ekonomi sudah membaik. Bahkanlebih baik di
banding dengan kota-kota besar di Indonesia, terutama Jawa dan Sumatera
yanghancur sebagai akibat dari revolusi. Sementara Ambon tidak pernah mengalami
revolusi
sosial ataupun revolusi fisik setelah pasca Perang Dunia II
Berdirinya RMS di Republik
ini tentu mempunyai latar belakang dan fakta sejarah
yang cukup panjang. Dari perjalanan panjang dan sepak terjang RMS
dapat dikatakan sangat berbahayakarena jelas-jelas ingin mendirikan satu negara
di dalam negara Indonesia.RMS
tetap ada, tetap eksis dan berani melawan pemerintah Indonesia
secara terbuka dimatainternasional.
Disamping itu, tak dapat
dipungkiri, bahwa salah satu akar penyebab munculnya
gerakan separatis di Indonesia seperti GAM di Aceh, RMS di Maluku
dan OPM diPapua lebih disebabkan oleh ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh
rakyat diwilayah-wilayah tersebut. Aceh dan Papua dikenal sebagai daerah yang
memilikikekayaan alam yang sangat melimpah tapi penduduk di sana miskin. Karena
itu,upaya menciptakan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat
menjadisangat penting.
Struktur Gerakan Separatis RMS
Seperti halnya sebuah negara
dan pemerintahan gerakan separatis RMS juga
mempunyai struktur kepemimpinan baik pemerintahan yang berada di
Belanda maupun di
Maluku :
1.
Pemerintahan
RMS di Belanda
J.Wattilete Presiden
Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemerintah darurat RMS
terdiri atas kepala negara dan menteri-menteri. Kepalanegara mengetuai dewan
kementerian lagipun memegang Soal Umum.Pada saat ini menteri-menteri yang telah
diangkat:Trientje Magdalena Solisa sebagai menteri Penerangan dan
PembentukanDrs. Willem Victor Sopacua sebagai wakil kepala negara dan menteri
Maluku danNationbuildingIr. Edy Rahantoknam sebagai menteri Perkembangan dan
Kerjasama
2.
Pemerintah
RMS di Maluku
Dr. Alex Manuputty
sebagai Pemimpin dan KoordinatorSimon Saiya sebagai penyelenggara eksekutif
pimpinan pemerintahan RMS diMalukuFrans Sanmiasa Menteri Dalam Negerinya
merangkap wakil penyelenggarapemerintahan.
Markus Anakotta
menjabat sebagai sekretaris dan dilengkapi dengan tiga orangpengendali lapangan
serta lima orang pelaksana lapangan
2.
Berbagai Pendapat atau Versi
Mengenai RMS
Munculnya kembali nama RMS di dunia
internasional, Belanda, yang ingin membawa Presiden SBY ke pengadilan Den Haag,
mengejutkan banyak pihak terlebih lagi Pemerintah Indonesia.“RMS menuntut ke
pengadilan karena RMS mempunyai data yang dirilis oleh NGO HAM Australia.Isinya
ialah perlakuan tidak manusiawi yang diterima 19 penari Cakalele oleh aparat
keamanan,” kata Hafid Abbas, Kabalitbang HAM, pada diskusi “Dampak Gerakan RMS
di Belanda.Hafid juga mengatakan bahwa, RMS juga menuntut agar diberitahukan
lokasi makam mantan Presiden RMS, Soumokil.
Salah satu latar belakang tumbuhnya
kembali gerakan separatis RMS adalah dukungan masyarakat,“Agar RMS tidak ada
lagi, dan RMS tidak mendapat dukungan dari masyarakat Maluku lainnya dengan
berikan keadilan, pemerataan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Selain itu pola kekerasan yang dilakukan terhadap orang RMS harus dihilangkan,”
kata Nelson Simanjuntak, Komisoner HAM.
Kekerasan untuk melumpuhkan RMS
tidak ada artinya. Ketum Relawan Bangsa Suaib, mengatakan, “perlindungan HAM
harus ikut serta pada penegakan hukum orang RMS. Jangan disiksa, disakiti,
tidak selesai masalahnya. Malah karena penyiksaan itulah, yang dipakai RMS
menjadi isu internasional.
3. Tindakan yang diambil Pemerintah
Pemerintah Indonesia pada
waktu itu (1950) menghadapi pemberontakan RMSdengan tiga opsi. Opsi pertama, penyelesaian secara damai
dengan pembicaraan-pembicaraan.Opsi kedua bila opsi pertama tidak berhasil,
dilakukan blokade laut untuk memaksa mereka
bersediaberunding.Bila opsi pertama dan kedua tidak berhasil, akan
dilakukan operasi militer,seperti pendaratan dan lain-lain.
Opsi
pertama dimulai pada 27 April 1950 dengan mengirim Dr J. Leimena (menteri kesehatan
waktu itu), Ir Putuhena, Pellaupessy dan Dr Rehatta.Rombongan berangkat ke
Ambon dengan korvet Hang Tuah. Merapat pada 1 Mei 1950, sebuah higginboot
mendatangi Hang Tuah dengan Syahbandar Ambon sebagai pengantar surat yang
berisi penolakan. Rombongan akan memberi surat balasan, tetapi higginboot itu
telah diperintahkan untuk segera kembali, tak boleh
menunggu. Leimena menyatakan, "Kami sesalkan bahwa mereka tidak mau menerima dan
berbicara dengan kami yang datang melulu untuk merundingkan hingga soal Maluku dapat diselesaikan dengan baik untuk kepentingan dan keselamatan seluruh nusa dan bangsa.Saya persoonlijk merasa ini sangat menyedihkan" (Jusuf A Puar, 1956).Opsi kedua, bolkade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950.Semua perairan Maluku diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa memaksa
Soumokil bersedia berunding.
menunggu. Leimena menyatakan, "Kami sesalkan bahwa mereka tidak mau menerima dan
berbicara dengan kami yang datang melulu untuk merundingkan hingga soal Maluku dapat diselesaikan dengan baik untuk kepentingan dan keselamatan seluruh nusa dan bangsa.Saya persoonlijk merasa ini sangat menyedihkan" (Jusuf A Puar, 1956).Opsi kedua, bolkade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950.Semua perairan Maluku diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa memaksa
Soumokil bersedia berunding.
Opsi
ketiga, operasi militer, dilakukan di bawah kepemimpinan Kolonel Kawilarang,
panglima Indonesia Timur saat itu.Operasi militer menumpas pemberontakan RMS yang terkenal dengan Gerakan
Operasi Militer IV atau GOM IV.Komandan pasukan (brigade) adalah Letkol Slamet
Riyadi. Rencananya: pasukan pertama didaratkan di Hitu, kemudian pasukan kedua
di Tulehu, lalu pasukan ketiga di Ambon (RZ Leirissa, 1978).
Mengingat
persenjataan, sistem transportasi dan sarana komunikasi yang belum secanggih
sekarang ini, operasi berlangsung lama. Operasi itu baru bisa mulai dilakukan
September, dan baru Oktober APRI menguasai jazirah Hitu.Akhirnya pada 4
November 1950 benteng Nieuw Victoria dapat direbut APRI.Sisa-sisa angkatan
perang RMS lari ke gunung dan
banyak yang melarikan diri ke pulau-pulau sekitar pulau Ambon. Pimpinan
angkatan perang RMS tertangkap
atau menyerah pada 1952.Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.
atau menyerah pada 1952.Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.
C. PRRI/Permesta
Terjadinya
suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi sebelumnya, seperti
yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku hukum kausalitas
atau sebab-akibat .Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga
tidak lepas dari berbagai faktor yang menyebabkannya. Faktor politis dan
ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini
1.
Situasi Indonesia Secara Umum
a.
Kondisi politk
Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap
formal-legalistik. Bangsa indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang
berdasarkan demokrasi parlementer. Para menteri bertanggungjawab kepada perdana
menteri, bukan kepada presiden .Setelah dibentuknya kabinet Parlemen, kondisi
politik Indonesia semakin kacau.Pecahnya Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk
kondisi perpolitikan bangsa. Pada 1 Desember 1956 Hatta mengundurkan diri
secara resmi dari jabatanya sebagai wakil presiden.Hubungan Soekarno-Hatta
mulai retak sejak tahun 1955. Perbedaan pendapat dan latar belakang walaupun
keduanya sebagai tokoh muslim yang nasionalis, namun Soekarno cenderung ke
Marxis serta bermain api dengan komunis, sedangkan Hatta cenderung ke Sosialis
dan anti komunis .
b.
Kondisi perekonomian
Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal
kemerdekaan berada pada titik kekacauan.Kegagalan pembangunan ekonomi yang di
alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai golongan.Kebijakan ekonomi
Kabinet Hatta yang akomodatif terhadap modal asing dipertahankan oleh
kabinet-kabinet berikutnya, antara lain kabinet Natsir, Sukiman, dan kabinet
Wilopo. Tetapi sejak kabinet Ali I (1953-1954), haluan politik itu sama sekali
ditinggalkan. Program ekonomi kabinet seringkali hanyalah sembohyan.Kabinet ini
menganggap bahwa modal asing sangat merugikan bagi negara. Namun disisi lain,
pembangunan administratif sangat diperhatikan.
2.
Situasi di Daerah
Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas
dari berbagai factor yang menyebabkannya.Factor politis dan ekonomis sangat
berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini.Sejak
1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan
oleh pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam
pandangan permesta . Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang
harmonis.Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara daerah dengan
pusat.Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan
daerah.Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam
melaksanakan tugasnya.
Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat
dirasakan oleh berbagai golongan.Salah satunya adalah golongan prajurit yang
merasakan kesulitan tersebut. Tindakan-tindakan pemerintah dalam masalah
ekonomi seperti penyalahgunaan devisa, pemberian ijin istimewa kepada anggota
partai penyokongnya serta birokrasi yang berbelit-belit menghambat para
pedagang.
J
alannya Pemberontakan
Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan
daerah.Pada Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang
eks-divisi Banteng.Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang tuntutan
perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara.Pertemuan tersebut menyebabkan
terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Dewan-dewan yang di bentuk
antara lain :
1.
Dewan Gajah yang dipimpin oleh
Kol Simbolon di sumatera Utara.
2.
Dewan Banteng di sumatera tengah
dipimpin oleh Ahmad Husein
3.
dewan garuda di Sumatera
selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4.
Dewan Manguni di Sulawesi yang
dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.
Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi.Melalui
dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu dengan
pernyataan:
a.
Melepaskan hubungan sementara
dengan pemerintah pusat
b.
Mulai tanggal 22 desember 1956
tidak lagi mengakui kabinet Djuanda.
c.
Mulai tanggal 22 desember 1956
mengambil alih pemerintahan di wilayah Tertera dan Tetorium I
Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di
Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui
Keputusan Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera Timur
dan Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya dinyatakan dalam darurat
perang (SOB).
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957,
Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide”
dengan para Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya antara
lain disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar
pembangunan semesta segera dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur
Makasar yang dihadirioleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957.
Pertemuan tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta yang ditandatangani oleh
51 tokoh masyarakat Indonesia Timur . Wilayah gerakan tersebut meliputi
kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan program kerja Permesta,
maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah Indonesia Timuur dalam keadaan
bahaya SOB Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk menjaga
ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan Permesta
.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta.
Kol Somba, Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah
mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan menyatakan
memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur PRRI . Pusat
pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota
Sulawesi.
Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke
Manado.Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai
mencapai gencatan senjata.Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas
dengan keadaan ekonomi mereka.Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui
bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination).
Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk
mencapai tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari pemerintah
pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka perwakilan
Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta di Filiphina, dan
menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Pemimpin Permesta
di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat untuk mendukung permesta,
sehingga mendapat dukungan dari dinas rahasia Taiwan. Para presiden dari Korea
Selatan dan Filiphina juga memberikan bantuan kepada kaum pemberontak.
3. Berbagai Pendapat atau
Versi Mengenai PRRI
Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di
dalamnya. Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah
22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang
meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956 anggota OPR, 274
Polisi, dan 5.592 orang sipil . Pembangunan fisik yang selama ini dibangun
menjadi hancur.Masyarakat Minang menjadi rendah diri.Perubahan kebijakan oleh
Pemerintah Pusat terhadap daerah.Dekrit presiden 5 juli 1959 yang menetapkan
kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945.Dengan berhasil ditumpasnya
PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di
tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan
Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan
negara bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam
masalah di setiap daerah.Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan
hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap daerah
agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing
daerah .
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet
Ali II pada tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan
oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada tanggal 9 April 1957 .
4.
Upaya Pemerintah Dalam Menumpas PRRI/Permesta
a.
Upaya Diplomasi
Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap
timbulnya awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan
surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad
Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali
Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para komandan resimennya untuk
mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara fisik.Namun usaha ini tidak
berhasil karena cenderung kontroversif dengan keadaan.Usaha Pemerintah Pusat
untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim sejumlah misi, seperti
misi Kol.Namun semua usaha diplomatis yang dilakukan Pemerintah Pusat tidak
berhasil.Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara bersenjata
penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya.Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara lain :
penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya.Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara lain :
1.
Operasi yang dilaksanakan di
Sumatera
a.
Operasi tegas dilaksanakan pada
12 Maret 1958 di Sumatra Timur.
b.
16 April 1958, pengiriman
pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah Kolonel Achmad Yani, yang dibantu
oleh seorang perwira Angkatan Darat AS, Benson. Tanggal 17 April, pasukan Yani
telah menguasai Padang sepenuhnya.
c.
Operasi Sapta Marga dibawah
Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran Sumatera Timur dan Sumatera Utara.
d.
Operasi Sadar dibawah pimpinan
Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran Sumatera Selatan.
2.
Pemecatan terhadap para
pemimpin pemberontakan dari jajaran militer Indonesia, dan dilaksanakan Operasi
Marga pada bulan April untuk menumpas Permesta.
a.
Operasi Sapta Marga I dibawah
pimpinan Letkol. Soemarsono dengan sasaran Sulawesi Tengah
b.
Operasi Sapta Marga II dibawah
pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan
c.
Operasi Sapta Marga III dibawah
pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran sebelah Utara Menado.
d.
Operasi Sapta Marga IV dibawah
pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat dengan sasaran Sulawesi Utara
e.
Operasi Sapta Marga V dibawah
pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.
f.
Operasi Sapta Marga VI dibawah
pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz dengan sasaran Murotai
Akhir
Pemberontakan
Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah.Mereka
tidak melakukan perlawanan yang berarti.Pasukan banyak yang melarikan diri,
bersebunyi dan menyerah.Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa
yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang
pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi diterima oleh mereka .
KESIMPULAN
Terjadinya
suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi sebelumnya, seperti
yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku hukum kausalitas
atau sebab-akibat. Peristiwa G30 SPKI, RMS dan pemberontakan PRRI/Permesta yang
terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor yang menyebabkannya. Factor
politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan
ini.Posisi militer sebagai opsan pemerintah berusaha mengambil alih kekuasaan
sipil setelah melihat berbagai kekurangan dalam berbagai kebijakannya.
Kondisi yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa yang morat-marit.
Gerakan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun psikologis diderita masyarakat, tetapi disisi lain gerakan tersebut menyadarka para pemimpin bangsa akan pentingnya otonomi daerah serta keharusan untuk menghayati hakekat Binneka Tunggal Ika.
Kondisi yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa yang morat-marit.
Gerakan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun psikologis diderita masyarakat, tetapi disisi lain gerakan tersebut menyadarka para pemimpin bangsa akan pentingnya otonomi daerah serta keharusan untuk menghayati hakekat Binneka Tunggal Ika.
Pemberontakan dilandasi ketidakpuasan terhadap pemerintah
AntwoordVee uitAdanya pemberontakan menunjukan pemerintahan yang lemah, komentar juga ya ke blog saya www.goocap.com
AntwoordVee uitKabinet PRRI
AntwoordVee uitKabinet PRRI terdiri dari:
Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan,
Mr. Assaat Dt. Mudo sebagai Menteri Dalam Negeri, Dahlan Djambek sempat memegangnya sebelum Mr. Assaat sampai di Padang,
Maluddin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri,
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran, (ayah prabowo)
Muhammad Sjafei sebagai Menteri PPK dan Kesehatan,
J.F. Warouw sebagai Menteri Pembangunan,
Saladin Sarumpaet sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan,
Muchtar Lintang sebagai Menteri Agama,
Saleh Lahade sebagai Menteri Penerangan,
Ayah Gani Usman sebagai Menteri Sosial,
Dahlan Djambek sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi setelah Mr. Assaat sampai di Padang